Go Green !

Holligreenies

Wasiat Qur'an

“ Dan ingatlah akan nikmat Allah SWT kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah SWT mempersatukan hatimu, kemudian menjadikan kamu karena nikmat Allah SWT orang-orang yang bersaudara. ” (QS. Ali Imran [3]: 103)

Wasiat Ulama

" Sebagaimana aku wasiatkan kalian untuk semangat dalam persatuan dan persaudaraan diantara kalian, dan saling menasehati diantara kalian dengan cara lemah lembut dan halus, dan menjauh dari sebab-sebab perselisihan, perpecahan, dan sebab yang menyebabkan kalian lalai dalam berdakwah dan mengalami kemunduran dalam berdakwah. Semua itu penyebabnya adalah perselisihan yang terjadi diantara kita. Jika muncul permusuhan atau perselisihan, hendaknya kedua belah pihak berusaha untuk menyelesaikannya dengan berbagai jalan dan usaha. " (Nasehat Syaikh Khalid Bin Dhahawi Azh-Zhafiri Hafizhahullah Ta’ala. Juli, 2011)

Qur'an Online

Listen to Quran

Kamis, 11 Agustus 2011

Maulid Nabi Menurut Salafus Shalih.



Kamis, 11 Ramadhan 1432 H, 11 Agustus 2011,   3:52:42 PM


Bukti Cinta Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam

Buletin Islam AL-ILMU. Selasa, 22-Februari-2011

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang rasul pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala, manusia terbaik yang Allah Subhanahu wa Ta’ala pilih untuk menyampaikan risalah-Nya kepada segenap manusia, membimbing dan menunjukkan mereka kepada cahaya Islam, iman, serta ketaatan kepada-Nya.

Dengan sifat amanah yang melekat pada diri beliau shallallahu ‘alaihi wasallam , ajaran dan risalah Islam ini telah tersampaikan kepada umat dengan lengkap dan sempurna. Tidak ada satu kebaikan pun, kecuali telah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam ajarkan kepada umatnya; dan tidak ada satu kejelekan pun, kecuali beliau shallallahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan umatnya agar berhati-hati dan menjauh darinya.

Ini semua merupakan nikmat besar yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan kepada hamba-Nya, dengan diutusnya seorang rasul untuk mengajak dan membimbing mereka kepada jalan yang lurus, jalan menuju kemenangan dan kemuliaan di dunia dan akhirat.

Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi setiap mukmin untuk mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan kadar kecintaan yang lebih besar daripada kecintaannya kepada orang tuanya sendiri, anaknya, dan manusia seluruhnya. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ.

“Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian, hingga dia menjadikan aku sebagai seorang yang lebih dia cintai daripada orang tuanya, anaknya, dan manusia seluruhnya.” [Muttafaqun ‘Alaihi]

Al-Imam Ibnu Rajab rahimahullah menjelaskan: “Seorang mukmin itu tidaklah menjadi seseorang yang benar-benar beriman sampai dia mendahulukan kecintaannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam daripada kecintaannya kepada seluruh makhluk, dan kecintaan kepada Rasulullah itu mengiringi kecintaan kepada Dzat yang mengutusnya (Allah).” [Jami’ul ‘Ulum wal Hikam]

Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengancam orang-orang yang lebih mementingkan kecintaannya kepada urusan dunia daripada kecintaannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam dengan ancaman akan mendatangkan adzab kepada mereka, sebagaimana dalam firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala (artinya):

“Katakanlah (wahai Muhammad): ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, karib keluarga kalian, dan juga harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya, serta tempat tinggal yang kalian sukai lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, serta dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah (adzab Allah) sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” [At-Taubah: 24]

Bahkan terhadap dirinya pun, seorang mukmin yang jujur dalam keimanannya akan lebih mendahulukan kecintaannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam daripada diri dan jiwanya sendiri.

Pada suatu ketika, shahabat ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Wahai Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai daripada segala sesuatu, kecuali diriku sendiri.”

Yakni ‘Umar radhiyallahu ‘anhu benar-benar mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melebihi kecintaannya kepada segala sesuatu. Kecuali dirinya, shahabat  lebih mencintai dirinya sendiri daripada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam .

Ketika mendengar penuturan salah seorang shahabatnya yang mulia tersebut, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda:

لاَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ.

“Tidak (wahai ‘Umar), demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, bahkan hendaknya aku juga menjadi orang yang lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.”

Setelah mendengar nasehat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut, shahabat ‘Umar radhiyallahu ‘anhu pun mengatakan:

“Sesungguhnya sekarang ini, demi Allah, engkau benar-benar seorang yang lebih aku cintai daripada diriku sendiri.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda:

الآنَ يَا عُمَرُ.

“Sekarang wahai ‘Umar.” [HR. Al-Bukhari]

Yakni sekarang, beliau benar-benar telah merealisasikan cintanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dengan melebihkan kecintaannya kepada beliau daripada kecintaannya kepada siapapun, termasuk terhadap dirinya sendiri.
Bukti Cinta Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah termasuk kewajiban yang paling agung dalam agama ini.” [Ar-Raddu ‘alal Akhna-i, hal. 231]

Tentunya, kecintaan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bukanlah sekedar pengakuan yang hanya digembar-gemborkan saja, namun cinta rasul merupakan sebuah prinsip agung yang membutuhkan bukti dari setiap orang yang mengaku cinta kepada junjungannya tersebut.

Jika dahulu, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup, para shahabat benar-benar merealisasikan cintanya kepada beliau dengan berjuang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mengorbankan harta, jiwa, dan bahkan keluarga mereka sendiri untuk menjalankan syariat Islam demi tegaknya agama Allah Subhanahu wa Ta’ala di muka bumi ini. Ketika datang perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka bersegera untuk mengamalkannya, sami’na wa atha’na. Pun ketika mendengar larangan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dari suatu perbuatan tertentu, mereka bersegera untuk meninggalkan dan menjauhi perbuatan tersebut.

Kini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah wafat, namun kewajiban untuk mencintai beliau tetap berlaku bagi umat Islam yang datang sepeninggal beliau hingga hari kiamat. Di antara hal-hal yang bisa dilakukan oleh setiap mukmin untuk membuktikan cintanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah:

1. Menaati perintah dan menjauhi larangan beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam

Tidak sepatutnya bagi seseorang yang mengaku cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, namun ketika mendengar perintahnya, ia enggan untuk melaksanakannya padahal ia mampu; atau mendengar larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, namun ia tetap bergelimang dalam perbuatan yang dilarang beliau. Orang yang mengaku cinta Rasul hendaknya menjadi orang pertama yang menaati beliau.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلاَّ مَنْ أَبَى. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى.

“Seluruh umatku akan masuk surga, kecuali orang-orang yang enggan. Para shahabat bertanya: ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang-orang yang enggan tersebut?’ Beliau menjawab: ‘Barangsiapa yang menaatiku, dia akan masuk surga, dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, berarti dialah orang yang enggan.” [HR. Al-Bukhari]

2. Membenarkan semua berita yang disampaikan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, tanpa ada keraguan sedikitpun

Setiap berita yang disampaikan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam , wajib untuk diyakini kebenaran tanpa ada keraguan sedikitpun, baik berita yang beliau sampaikan tersebut tentang peristiwa yang telah terjadi pada masa lampau maupun yang akan datang, bahkan berita tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi nanti pada hari kiamat dan sesudahnya.

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang rasul yang sabda-sabdanya berdasarkan wahyu sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan dalam Al-Qur’an (artinya):

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” [An-Najm: 3-4]

3. Menjalankan ibadah kepada Allah sesuai dengan bimbingan dan petunjuk beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam

Semua bentuk ritual ibadah dalam agama ini hendaklah ditunaikan sesuai dengan tuntunan dan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, karena barangsiapa yang mengamalkan suatu ibadah yang tidak sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ibadahnya itu akan sia-sia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.

“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang bukan termasuk bagian dari perintah (petunjuk) kami, maka amalan tersebut tertolak.” [HR. Muslim]

4. Mendahulukan perkataan dan ketentuan syariat beliau daripada perkataan dan pendapat seorang pun selain beliau shallallahu ‘alaihi wasallam

Tidak boleh bagi siapapun untuk meragukan atau bahkan menolak dan meninggalkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam serta ketentuan syariat yang telah beliau tetapkan disebabkan ucapan atau pendapat seseorang.

Allah Subhanahu wa Ta’ala befirman (artinya):

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Al-Hujurat: 1]

Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Umat Islam telah bersepakat bahwa barangsiapa yang telah jelas baginya sunnah (perkataan dan ketentuan syariat) dari Rasulullah, maka tidak halal baginya untuk meninggalkan sunnah tersebut disebabkan perkataan seseorang.” [Lihat Shifat Shalat Nabi, hal. 50]

Siapapun dia, baik ustadz, kyai, maupun tokoh ulama pun, jika perkataan dan pendapatnya menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah (Hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang shahih), maka harus ditinggalkan dan wajib untuk mengikuti apa yang telah disebutkan dalam Kitabullah dan Sunnah (Hadits-hadits) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

5. Mencintai orang-orang yang beliau shallallahu ‘alaihi wasallam cintai

Para pembaca, di antara bentuk kecintaan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga adalah mencintai orang-orang yang beliau cintai, yaitu para shahabat, baik dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Termasuk di antara orang-orang yang beliau shallallahu ‘alaihi wasallam cintai adalah Ahlul Bait beliau shallallahu ‘alaihi wasallam (yang termasuk di dalamnya adalah istri-istri beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam), dan orang-orang yang senantiasa berpegang teguh dengan sunnah (ajaran) beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Di samping mencintai mereka, hendaknya juga mendoakan kebaikan dan memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mereka, sebagaimana yang diisyaratkan dalam firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala (artinya):

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman, Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” [Al-Hasyr: 10]

6. Berpegang teguh dengan sunnah beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam

Berikutnya, kewajiban yang harus dijalankan oleh seseorang yang mengaku cinta kepada nabinya shallallahu ‘alaihi wasallam adalah mencintai dan membela sunnah-(ajaran)nya shallallahu ‘alaihi wasallam, serta berpegang teguh dengannya, dan kemudian berupaya untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus membenci dan berusaha untuk membersihkan umat ini dari segala bentuk pemikiran, aqidah, akhlaq, mu’amalah dan ritual ibadah dalam agama ini yang menyelisihi ajaran beliau shallallahu ‘alaihi wasallam serta tidak pernah dicontohkan olehnya.

Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah berkata: “Di antara bentuk kecintaan kepada beliau adalah dengan menolong sunnahnya, membela syariatnya, berangan-angan untuk berjumpa beliau semasa hidupnya,  dan kemudian dia mengorbankan harta dan jiwanya demi membela beliau.” [Syarh Shahih Muslim]

7. Bershalawat kepada beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam

Termasuk bukti kecintaan seorang mukmin terhadap beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dengan banyak bershalawat kepadanya shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana yang telah Allah dan Rasul-Nya perintahkan.

Bershalawat kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam termasuk ibadah, maka harus sesuai dengan apa yang telah beliau contohkan, bukan dengan shalawat-shalawat yang tidak ada dasarnya, baik dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits. Wallahu a’lam bish shawab.


Perayaan Maulid Rasulullah dalam sorotan Islam

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah. Senin, 10-April-2006

Segala puji bagi Allah, semoga sholawat dan salam selalu terlimpahkan kepada junjungan kita Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, dan para sahabatnya, serta orang orang yang mendapat petunjuk dari Allah.

Telah berulang kali muncul pertanyaan tentang hukum upacara (ceremoni ) peringatan maulid Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam ; mengadakan ibadah tertentu pada malam itu, mengucapkan salam atas beliau dan berbagai macam perbuatan lainnya.

Jawabnya : Harus dikatakan, bahwa tidak boleh mengadakan kumpul kumpul / pesta pesta pada malam kelahiran Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan juga malam lainnya, karena hal itu merupakan suatu perbuatan baru (bid’ah ) dalam agama, selain Rasulullah belum pernah mengerjakanya, begitu pula Khulafaaurrasyidin, para sahabat lain dan para Tabi’in yang hidup pada kurun paling baik, mereka adalah kalangan orang orang yang lebih mengerti terhadap sunnah, lebih banyak mencintai Rasulullah dari pada generasi setelahnya, dan benar benar menjalankan syariatnya.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
" من أحـدث في أمـرنا هذا ما ليس منـه فهـو رد "، أي مـردود.
“Barang siapa mengada adakan ( sesuatu hal baru ) dalam urusan ( agama ) kami yang ( sebelumnya ) tidak pernah ada, maka akan ditolak”.

Dalam hadits lain beliau bersabda :
" عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين بعدي، تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة ".
“Kamu semua harus berpegang teguh pada sunnahku (setelah Al qur’an) dan sunnah Khulafaurrasyidin yang mendapatkan petunjuk Allah sesudahku, berpeganglah dengan sunnah itu, dan gigitlah dengan gigi geraham kalian sekuat kuatnya, serta jauhilah perbuatan baru ( dalam agama ), karena setiap perbuatan baru itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat” ( HR. Abu Daud dan Turmudzi ).

Maka dalam dua hadits ini kita dapatkan suatu peringatan keras, yaitu agar kita senantiasa waspada, jangan sampai mengadakan perbuatan bid’ah apapun, begitu pula mengerjakannya.

Firman Allah ta’ala dalam kitab-Nya :
] وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا واتقوا الله إن الله شديد العقاب [
“Dan apa yang dibawa Rasul kepadamu, maka terimalah ia, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah ia, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah keras siksaan- Nya” ( QS. Al Hasyr 7 ).

] فليحـذر الذين يخالفـون عن أمـره أن تصيبـهم فتنة أو يصيبـهم عذاب أليم [
“Karena itu hendaklah orang orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau adzab yang pedih” ( QS. An Nur, 63 ).

] لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا [
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang orang yang mengharap (rahmat ) Allah, dan ( kedatangan ) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah” ( QS. Al Ahzab,21 ).
] والسابقون الأولون من المهاجرين والأنصار والذين اتبعوهم بإحسان رضي الله عنهم ورضوا عنه وأعد لهم جنات تجري تحتها الأنهار خالدين فيها أبدا ذلك الفوز العظيم [

“Orang orang terdahulu lagi pertama kali (masuk Islam ) diantara orang orang Muhajirin dan Anshor dan orang orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan itu, Allah ridho kepada mereka, dan merekapun ridho kepadaNya, serta Ia sediakan bagi mereka syurga syurga yang disana mengalir beberapa sungai, mereka kekal didalamnya, itulah kemenangan yang besar” ( QS, At taubah, 100 ).

] اليوم أكملت لكم دينكـم وأتممت عليكـم نعمتي ورضيت لكـم الإسلام دينا [
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu ni’matKu, dan telah Kuridlai Islam itu sebagai agama bagimu” ( QS. Al Maidah, 3 ).

Dan masih banyak lagi ayat ayat yang menerangkan kesempurnaan Islam dan melarang melakukan bid’ah karena mengada-adakan sesuatu hal baru dalam agama, seperti peringatan peringatan ulang tahun, berarti menunjukkan bahwasanya Allah belum menyempurnakan agamaNya buat umat ini, berarti juga Rasulullah itu belum menyampaikan apa apa yang wajib dikerjakan umatnya, sehingga datang orang orang yang kemudian mengada adakan sesuatu hal baru yang tidak diperkenankan oleh Allah, dengan anggapan bahwa cara tersebut merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tidak diragukan lagi, bahwa cara tersebut terdapat bahaya yang besar, lantaran menentang Allah ta’ala, begitu pula ( lantaran ) menentang Rasulullah. Karena sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-Nya, dan telah mencukupkan ni’mat-Nya untuk mereka.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan risalahnya secara keseluruhan, tidaklah beliau meninggalkan suatu jalan menuju syurga, serta menjauhi diri dari neraka, kecuali telah diterangkan oleh beliau kepada seluruh ummatnya sejelas jelasnya.

Sebagaimana telah disabdakan dalam haditsnya, dari Ibnu Umar rodhiAllah ‘anhu bahwa beliau bersabda
" ما بعث الله من نبي إلا كان حقا عليه أن يدل أمته على خير ما يعلمه لهم وينذرهم عن شر ما يعلمه لهم ".
“Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi, melainkan diwajibkan baginya agar menunjukkan kepada umatnya jalan kebaikan yang telah diajarkan kepada mereka, dan memperingatkan mereka dari kejahatan ( hal hal tidak baik ) yang telah ditunjukkan kepada mereka” ( HR. Muslim ).

Tidak dapat dipungkiri, bahwasanya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah Nabi terbaik diantara Nabi Nabi lain, beliau merupakan penutup bagi mereka ; seorang Nabi paling lengkap dalam menyampaikan da’wah dan nasehatnya diantara mereka itu semua.

Jika seandainya upacara peringatan maulid Nabi itu betul betul datang dari agama yang diridloi Allah, niscaya Rasulullah menerangkan kepada umatnya, atau beliau menjalankan semasa hidupnya, atau paling tidak, dikerjakan oleh para sahabat. Maka jika semua itu belum pernah terjadi, jelaslah bahwa hal itu bukan dari ajaran Islam sama sekali, dan merupakan seuatu hal yang diada adakan ( bid’ah ), dimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sudah memperingatkan kepada umatnya agar supaya dijauhi, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam dua hadits diatas, dan masih banyak hadits hadits lain yang senada dengan hadits tersebut, seperti sabda beliau dalam salah satu khutbah Jum’at nya :

" أما بعد، فإن خير الحديث كتاب الله، وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم وشر الأمور محدثاتها، وكل بدعة ضلالة ".

“Adapun sesudahnya, sesungguhnya sebaik baik perkataan ialah kitab Allah (Al Qur’an), dan sebaik baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan sejelek jelek perbuatan ( dalam agama) ialah yang diada adakan (bid’ah), sedang tiap tiap bid’ah itu kesesatan” ( HR. Muslim ).

Masih banyak lagi ayat ayat Al Qur’an serta hadits hadits yang menjelaskan masalah ini, berdasarkan dalil dalil inilah para ulama bersepakat untuk mengingkari upacara peringatan maulid Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan memperingatkan agar waspada terhadapnya.

Tetapi orang orang yang datang kemudian menyalahinya, yaitu dengan membolehkan hal itu semua selama di dalam acara itu tidak terdapat kemungkaran seperti berlebih lebihan dalam memuji Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, bercampurnya laki laki dan perempuan (yang bukan mahram), pemakaian alat alat musik dan lain sebagainya dari hal hal yang menyalahi syariat, mereka beranggapan bahwa ini semua termasuk bid’ah hasanah padahal kaidah syariat mengatakan bahwa segala sesuatu yang diperselisihkan oleh manusia hendaknya dikembalikan kepada Al Qur’an dan sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman :
] يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر منكم فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر ذلك خير وأحسن تأويلا [
“Hai orang orang yang beriman, taatilah Allah, dan taatilah Rasul (Nya), dan Ulil Amri ( pemimpin) diantara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah ( Al Qur’an ) dan Rasul ( Al Hadits), jika kamu benar benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama ( bagimu ) dan lebih baik akibatnya” ( QS. An nisa’, 59 ).

] وما اختلفتم فيه من شيء فحكمه إلى الله ذلكم الله ربي عليه توكلت وإليه أنيب [
“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah ) kepada Allah ( yang mempunyai sifat sifat demikian ), itulah Tuhanku, Kepada -Nya- lah aku bertawakkal dan kepada –Nya- lah aku kembali” ( QS. Asy syuro, 10 ).

Ternyata setelah masalah ini (hukum upacara maulid Nabi) kita kembalikan kepada kitab Allah ( Al Qur’an ), kita dapatkan suatu perintah yang menganjurkan kita agar mengikuti apa apa yang dibawa oleh Rasulullah, menjauhi apa apa yang dilarang oleh beliau, dan (Al Qur’an ) memberi penjelasan pula kepada kita bahwasanya Allah subhaanahu wa ta’ala telah menyempurnakan agama umat ini.

Dengan demikian upacara peringatan maulid Nabi ini tidak sesuai dengan apa yang dibawa oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia bukan dari ajaran agama yang telah disempurnakan oleh Allah subhaanahu wa ta’ala kepada kita, dan diperintahkan agar mengikuti sunnah Rasul, ternyata tidak terdapat keterangan bahwa beliau telah menjalankannya, (tidak) memerintahkannya, dan (tidak pula) dikerjakan oleh sahabat sahabatnya.

Berarti jelaslah bahwasanya hal ini bukan dari agama, tetapi ia adalah merupakan suatu perbuatan yang diada adakan, perbuatan yang menyerupai hari hari besar ahli kitab, Yahudi dan Nasrani.
Hal ini jelas bagi mereka yang mau berfikir, berkemauan mendapatkan yang haq, dan mempunyai keobyektifan dalam membahas ; bahwa upacara peringatan maulid Nabi bukan dari ajaran agama Islam, melainkan merupakan bid’ah bid’ah yang diada adakan, dimana Allah memerintahkan RasulNya agar meninggalkanya dan memperingatkan agar waspada terhadapnya, tak layak bagi orang yang berakal tertipu karena perbuatan perbuatan tersebut banyak dikerjakan oleh orang banyak diseluruh jagat raya, sebab kebenaran (Al Haq) tidak bisa dilihat dari banyaknya pelaku (yang mengerjakannya), tetapi diketahui atas dasar dalil dalil syara’.
Sebagaimana Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman tentang orang orang Yahudi dan Nasrani :
] وقالوا لن يدخل الجنة إلا من كان هودا أو نصارى تلك أمانيهم قل هاتوا برهانكم إن كنتم صادقين [
“Dan mereka ( Yahudi dan Nasrani ) berkata : sekali kali tak (seorangpun ) akan masuk sorga, kecuali orang orang yang beragama Yahudi dan Nasrani. Demikian itu (hanya) angan angan mereka yang kosong belaka ; katakanlah : tunjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu orang orang yang benar” ( QS. Al Baqarah, 111 ).

] وإن تطع أكثر من في الأرض يضلوك عن سبيل الله إن يتبعون إلا الظن وإن هم إلا يخرصون [
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang orang yang berada dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah ; mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak lain hanyalah menyangka-nyangka” ( QS. Al An’am, 116 ).

Lebih dari itu, upacara peringatan maulid Nabi ini – selain bid’ah –tidak lepas dari kemungkaran kemungkaran, seperti bercampurnya laki laki dan perempuan ( yang bukan mahram ), pemakaian lagu lagu dan bunyi bunyian, minum minuman yang memabukkan, ganja dan kejahatan kejahatan lainya yang serupa.

Kadangkala terjadi juga hal yang lebih besar dari pada itu, yaitu perbuatan syirik besar, dengan sebab mengagung agungkan Rasulullah secara berlebih lebihan atau mengagung agungkan para wali, berupa permohonan do’a, pertolongan dan rizki. Mereka percaya bahwa Rasul dan para wali mengetahui hal hal yang ghoib, dan macam macam kekufuran lainnya yang sudah biasa dilakukan orang banyak dalam upacara malam peringatan maulid Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam itu.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
" إياكم والغلو في الدين، فإنما أهلك من كان قبلكم الغلو في الدين ".
“Janganlah kalian berlebih lebihan dalam agama, karena berlebih lebihan dalam agama itu telah menghancurkan orang orang sebelum kalian”.
" لا تطروني كما أطرت النصارى ابن مريم، إنما أنا عبد، فقولوا عبد الله ورسوله " رواه البخاري في صحيحه من حديث عمر رضي الله عنه.
“Janganlah kalian berlebih lebihan dalam memujiku sebagaimana orang orang Nasrani memuji anak Maryam, Aku tidak lain hanyalah seorang hamba, maka katakanlah : hamba Allah dan Rasul Allah” ( HR. Bukhori dalam kitab shohihnya, dari hadits Umar, Radliyallahu ‘anhu ).

Yang lebih mengherankan lagi yaitu banyak diantara manusia itu ada yang betul betul giat dan bersemangat dalam rangka menghadiri upacara bid’ah ini, bahkan sampai membelanya, sedang mereka berani meninggalkan sholat Jum’at dan sholat jama’ah yang telah diwajibkan oleh Allah kepada mereka, dan sekali kali tidak mereka indahkan. Mereka tidak sadar kalau mereka itu telah mendatangkan kemungkaran yang besar, disebabkan karena lemahnya iman kurangnya berfikir, dan berkaratnya hati mereka, karena bermacam macam dosa dan perbuatan maksiat. Marilah kita sama sama meminta kepada Allah agar tetap memberikan limpahan karuniaNya kepada kita dan kaum muslimin.

Diantara pendukung maulid itu ada yang mengira, bahwa pada malam upacara peringatan tersebut Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam datang, oleh kerena itu mereka berdiri menghormati dan menyambutnya, ini merupakan kebatilan yang paling besar, dan kebodohan yang paling nyata. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan bangkit dari kuburnya sebelum hari kiamat, tidak berkomunikasi kepada seorangpun, dan tidak menghadiri pertemuan pertemuan umatnya, tetapi beliau tetap tinggal didalam kuburnya sampai datang hari kiamat, sedangkan ruhnya ditempatkan pada tempat yang paling tinggi (‘Illiyyin ) di sisi TuhanNya, itulah tempat kemuliaan.

Firman Allah dalam Al Qur’an :
] ثم إنكم بعد ذلك لميتون ثم إنكم يوم القيامة تبعثون [
“Kemudian sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian pasti mati, kemudian sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan ( dari kuburmu ) di hari kiamat” ( QS. Al Mu’minun, 15-16 ).

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
" أنا أول من ينشق عنه القبر يوم القيامة، وأنا أول شافع وأول مشفع "

“Aku adalah orang yang pertama kali dibangkitkan / dibangunkan diantara ahli kubur pada hari kiamat, dan aku adalah orang yang pertama kali memberi syafa’at dan diizinkan memberikan syafa’at”.

Ayat dan hadits diatas, serta ayat ayat dan hadits hadits yang lain yang semakna menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan mayat mayat yang lainnya tidak akan bangkit kembali kecuali sesudah datangnya hari kebangkitan. Hal ini sudah menjadi kesepakatan para ulama, tidak ada pertentangan diantara mereka.

Maka wajib bagi setiap individu muslim memperhatikan masalah masalah seperti ini, dan waspada terhadap apa apa yang diada adakan oleh orang orang bodoh dan kelompoknya, dari perbuatan perbuatan bid’ah dan khurafat khurafat, yang tidak diturunkan oleh Allah subhaanahu wa ta’ala. Hanya Allah lah sebaik baik pelindung kita, kepada-Nyalah kita berserah diri dan tidak ada kekuatan serta kekuasaan apapun kecuali kepunyaan-Nya.

Sedangkan ucapan sholawat dan salam atas Rasulullah adalah merupakan pendekatan diri kepada Allah yang paling baik, dan merupakan perbuatan yang baik, sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an :
] إن الله وملائكته يصلون على النبي يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما [
“Sesungguhnya Allah dan Malaikat malaikatNya bersholawat kepada Nabi, hai orang orang yang beriman, bersholawatlah kalian atas Nabi dan ucapkanlah salam dengan penghormatan kepadanya” ( QS. Al Ahzab, 56 ).

Dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
" من صلى علي واحدة صلى الله عليه بها عشرا ".
“Barang siapa yang mengucapkan sholawat kepadaku sekali, maka Allah akan bersholawat ( memberi rahmat ) kepadanya sepuluh kali lipat.”

Sholawat itu disyariatkan pada setiap waktu, dan hukumnya Muakkad jika diamalkan pada ahir setiap sholat, bahkan sebagian para ulama mewajibkannya pada tasyahud ahir di setiap sholat, dan sunnah muakkadah pada tempat lainnya, diantaranya setelah adzan, ketika disebut nama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, pada hari Jum’at dan malamnya, sebagaimana hal itu diterangkan oleh hadits hadits yang cukup banyak jumlahnya.

Allah lah tempat kita memohon, untuk memberi taufiq kepada kita sekalian dan kaum muslimin, dalam memahami agama Nya, dan memberi mereka ketetapan iman, semoga Allah memberi petunjuk kepada kita agar tetap kosisten dalam mengikuti sunnah, dan waspada terhadap bid’ah, karena Dialah MahaPemurah dan MahaMulia, semoga pula sholawat dan salam selalu dilimpahkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Dikutip dari الحذر من البدع Tulisan Syaikh Abdullah Bin Abdul Aziz Bin Baz, Mufti Saudi Arabia. Penerbit Departemen Agama Saudi Arabia. Edisi Indonesia "Waspada terhadap Bid'ah".


HUKUM MEMPERINGATI Maulid Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wa sallam

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah. Senin, 26-Maret-2007.

Sungguh banyak sekali pertanyaan yang di ajukan oleh kebanyakan kaum muslimim tentang hukum Memperingati Maulid Nabi Muhammad sholallahu ‘alahi wa sallam dan hukum mengadakannya setiap kelahiran beliau.

Adapun jawabannya adalah : TIDAK BOLEH merayakan peringatan maulid nabi karena hal itu termasuk bid’ah yang di ada-adakan dalam agama ini, karena Rasulullah tidak pernah merayakannya, tidak pula para khulafaur rosyidin dan para sahabat, serta tidak pula para para tabi’in pada masa yang utama, sedangkan mereka adalah manusia yang paling mengerti dengan As-sunnah, paling cinta kepada Rasulullah, dan paling ittiba’ kepada syari’at beliau dari pada orang – orang sesudah mereka.

Dan sungguh telah tsabit (tetap) dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda : “Barang siapa mengadakan perkara baru dalam (agama) kami ini yang tidak ada asal darinya, maka perkara itu tertolak. “(HR. Bukhori Muslim).
Dan beliau telah bersabda dalam hadits yang lain : “(Ikutilah) sunnahku dan sunnah khulafaur rosyidin yang di beri petunjuk sesudahku. Peganglah (kuat-kuat) dengannya, gigitlah sunnahnya itu dengan gigi gerahammu. Dan jauhilah perkara-perkara yang di adakan-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat. (HR. Tirmidzi dan dia berkata : Hadits ini hasan shohih).

Dalam kedua hadits ini terdapat peringatan yang keras terhadap mengada-adakan bid’ah dan beramal dengannya. Sungguh Alloh telah berfirman : “Apa yang telah di berikan Rasul kepadamu, maka ambillah dan apa yang di larangnya bagimu maka tinggalkanlah. “(QS. Al-Hasyr : 7).
Alloh juga berfirman : “Maka hendaknya orang yang menyalahi perintah-Nya, takut akan di timpa cobaan atau di timpa adzab yang pedih. “(QS. AN-Nuur : 63).

Allah juga berfirman : “Orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama (masuk islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan mereka ridho kepada Allah. Dan Allah menyediakan untuk mereka surga-surga yang di bawahnya ada sungai-sungai yang mengalir, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang besar. “(QS. At-Taubah : 100).
Allah juga berfirman : “Pada hari ini telah aku sempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu ni’mat-Ku dan Aku ridho Islam sebagai agamamu. “(QS. Al Maidah : 3). Dan masih banyak ayat yang semakna dengan ini.

Mengada-adakan Maulid berarti telah beranggapan bahwa Allah belum menyempurnakan agama ini dan juga (beranggapan) bahwa Rasulullah belum menyampaikan seluruh risalah yang harus di amalkan oleh umatnya. Sampai datanglah orang-orang mutaakhirin yang membuat hal-hal baru (bid’ah) dalam syari’at Alloh yang tidak diijinkan oleh Allah.

Mereka beranggapan bahwa dengan maulid tersebut dapat mendekatkan umat islam kepada Allah. Padahal, maulid ini tanpa di ragukan lagi mengandung bahaya yang besar dan menentang Allah dan Rasul-Nya karena Allah telah menyempurnan agama Islam untuk hamba-Nya dan Rasulullah telah menyempurnakan seluruh risalah sampai tak tertinggal satupun jalan yang dapat menghubungkan ke surga dan menjauhkan dari neraka, kecuali beliau telah meyampaikan kepada umat ini.
Sebagimana dalam hadits shohih disebutkan, dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidaklah Allah mengutus seorang nabi kecuali wajib atas nabi itu menunjukkan kebaikan dan memperingatkan umatnya dari kejahatan yang Allah ajarkan atasnya. “(HR. Muslim).

Dan sudah di ketahui bahwa nabi kita adalah nabi yang paling utama dan penutup para nabi. Beliau adalah nabi yang paling sempurna dalam menyampaikan risalah dan nasehat. Andaikata perayaan maulid termasuk dari agama yang di ridhoi oleh Allah, maka pasti Rasulullah akan menerangkan hal tersebut kapada umatnya atau para sahabat melakukannya setelah wafatnya beliau.

Namun, karena tidak terjadi sedikitpun dari maulid saat itu, dapatlah di ketahui bahwa maulid bukan berasal dari islam, bahkan termasuk dalam bid’ah yang telah Rasulullah peringatkan darinya kepada umat beliau. Sebagaimana dua hadits yang telah lalu. Dan ada juga hadits yang semakna dengan keduanya., di antaranya sabda beliau dalam khutbah jum’at : “Amma ba’du, maka sebaik-baiknya perkataan adalah Kitabullah (Al-Qur’an) dan sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Dan sejelek-jeleknya perkara adalah perkara yang di ada-adakan dan setiap bid’ah itu sesat. “(HR. Muslim).

Ayat-ayat dan hadits-hadits dalam bab ini banyak sekali, dan sungguh kebanyakan para ulama telah menjelaskan kemungkaran maulid dan memperingatkan umat darinya dalam rangka mengamalkan dalil-dalil yang tersebut di atas dan dalil-dalil lainnya.
Namun sebagian mutaakhirin (orang-orang yang datang belakangan ini) memperbolehkan maulid bila tidak mengandung sedikitpun dari beberapa kemungkaran seperti : Ghuluw (berlebih-lebihan) dalam mengagungkan Rasulullah, bercampurnya wanita dan laki-laki, menggunakan alat-alat musik dan lain-lainnya, mereka menganggap bahwa Maulid adalah termasuk BID’AH HASANAH, sedangkan Qo’idah Syara’ (kaidah-kaidah / peraturan syari’at ini) mengharuskan mengembalikan perselisihan tersebut kepada kitab Allah dan sunnah Rasulullah, sebagaimana Allah berfirman :
“ Hai orang-orang yang beriman taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul dan Ulil Amri dari kalian maka bila terjadi perselisihan di antara kalian tentang sesuatu kembalikanlah kepada (kitab) Allah dan (sunnah) RasulNya bila kalian memang beriman kepada Allah dan hari akhir demikian itu lebih baik dan lebih bagus akibatnya. “(QS. Ann Nisaa’ : 59).
Allah juga berfirman : “Tentang sesuatu apapun yang kamu berselisih, maka putusannya (harus) kepada (kitab) Allah, “(QS. Asy Syuraa : 10).

Dan sungguh kami telah mengembalikan masalah perayaan maulid ini kepada kitab Allah. Kami menemukan bahwa Allah memerintahkan kita untuk ittiba’ (mengikuti) kepada Rasulullah terhadap apa yang beliau bawa dan Allah memperingatkan kita dari apa yang dilarang. Allah juga telah memberitahukan kepada kita bahwa Dia Shubhanahu wa Ta’ala telah menyempurnakan Agama Islam untuk umat ini. Sedangkan, perayaan maulid ini bukan termasuk dari apa yang dibawa Rasulullah dan juga bukan dari agama yang telah Allah sempurnakan untuk kita.

Kami juga mengembalikan masalah ini kepada sunnah Rasulullah. Dan kami tidak menemukan di dalamnya bahwa beliau telah melakukan maulid. Beliau juga tidak memerintahkannya dan para sahabat pun tidak melakukannya. Dari situ kita ketahui bahwa maulid bukan dari agama Islam. Bahkan, maulid termasuk bid’ah yang diada-adakan serta bentuk tasyabbuh (menyerupai) orang yahudi dan nasrani dalam perayaan-perayaan mereka. Dari situ jelaslah bagi setiap orang yang mencintai kebenaran dan adil dalam kebenaran, bahwa perayaan maulid bukan dari agama Islam bahkan termasuk bid’ah yang diada-adakan yang mana Allah dan Rasulnya telah memerintahkan agar meningggalkan serta berhati-hati darinya.

Tidak pantas bagi orang yang berakal sehat untuk tertipu dengan banyaknya orang yang melakukan maulid di seluruh penjuru dunia, karena kebenaran tidak diukur dengan banyaknya pelaku, tapi diukur dengan dalil-dalil syar’i, sebagaimana Allah berfirman tentang Yahudi dan Nasrani : “Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata : ‘Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi dan Nasrani’. Demikianlah itu (hanya) angan-angan kosong mereka belaka. Katakanlah :’ Tunjukkanlah bukti kebenaran jika kamu adalah orang yang benar .” (QS. Al Baqarah : 111).
Allah juga berfirman : “Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Alloh. “(QS. Al An’aam : 116 ). Wallahu a’lamu bis showab.


Maroji’ :
Diterjemahkan oleh Ustadz Abu Ilyas Agus Su’aidi As-Sadawy dari kitab At-Tahdzir minal Bida’, hal 7-15 dan 58-59, karya Syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin Baaz rahimahullah. Untuk lebih jelasnya lagi dapat dilihat dalam bebrapa rujukan berikut :
1. Mukhtashor Iqtidho’ Ash Shirot Al Mustaqim (hal. 48-49) karya ibnu Taimiyah.
2. Majmu’u Fataawa (hal. 87-89) karya Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin.

Sumber :

BULETIN DAKWAH AT-TASHFIYYAH, Surabaya Edisi : 15 / Robi’ul Awal / 1425 HUKUM MEMPERINGATI


KERUSAKAN-KERUSAKAN MAULID

Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu. Selasa, 27-Maret-2007.

Di dalam kitab beliau, Minhaj Al-Firqoh An-Najiyah wat Thoifah Al-Manshuroh, Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu menjelaskan kerusakan dan penyimpangan acara peringatan Maulid Nabi. Di antaranya adalah sebagai berikut:

Pertama: Kebanyakan orang-orang yang mengadakan peringatan Maulid terjatuh pada perbuatan syirik, yakni ketika mereka menyanyikan bait-bait syair (nasyid-nasyid atau qosidah) pujian kepada Rasulullah dalam acara itu (yang sering di sebut sholawatan). Mereka mengatakan:

يا رسول الله غوثا و مدد يا رسول الله عليك المعتمد
يا رسول الله فرج كربنا ما رآك الكرْبُ إلا و شرَد

“Wahai Rasulullah, berilah kami pertolongan dan bantuan.
Wahai Rasulullah, engkaulah sandaran kami.
Wahai Rasulullah, hilangkanlah derita kami.
Tiadalah derita itu melihatmu, kecuali ia akan melarikan diri. “

Sungguh, seandainya saja Rasulullah sholllahu ‘alaihi wa sallam hidup dan mendengar nyanyian tersebut, tentu beliau akan menghukuminya dengan syirik besar (bahkan beliau pasti akan melarang mereka dari perbuatan tersebut). Mengapa? Karena pemberian pertolongan, tempat sandaran dan pembebasan dari segala derita hanyalah Allah Ta’ala saja.

Allah Ta’ala berfirman:
أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ
“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan (siapakah pula) yang menghilangkan kesusahan….”(QS. An-Naml: 62).

Allah Ta’ala memerintahkan Rasulullah shollahu ‘alaihi wa sallam agar menyampaikan kepada segenap manusia:

قُلْ إِنِّي لا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلا رَشَدًا

“Katakanlah (Wahai Muhammad): “Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan suatu kemudharatan pun kepadamu dan tidak pula suatu kemanfaatan….” (QS. Al-Jin: 21).

Bahkan Nabi Muhammad shollahu ‘alaihi wa sallam sendiripun bersabda (dalam rangka memberi nasehat kepada Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dan juga umat beliau lainnya):

إِذَا سَأَلْتَ فَسْأَلِ اللَّهَ ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ

“Bila engkau meminta, mintalah kepada Allah. Dan apabila engkau meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah). “ HR. At-Tirmidzi, dan beliau berkata: “Hadits ini Hasan Shohih”).

Kedua: Mayoritas perayaan maulid yang diadakan itu didalam terdapat sikap Al-Ithro’ (berlebih-lebihan) dan menambah-nambah dalam menyanjung (memuji) Nabi shollallahu ‘alahi wa sallam. Padahal Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam melarang hal tersebut dalam sabda beliau:

لاَ تــطروْنِيْ كَماَ أطرتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ فَقَوُلْوا عَبْدُ اللهِ وَ رَسُوْلِهِ

“Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani berlebih-lebihan dalam memuji Isa bin Maryam. Aku tak lebih hanya seorang hamba, maka katakanlah (tentang aku) ‘Abdulllah (Hamba Allah) dan Rasul-Nya!’“ (HR. Al-Bukhari).

Kemudian dalam acara Maulid itu juga, sering dibacakan kitab Diba’ yang berisi sejarah perjuangan Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam salah satu syair kitab ini menceritakan dan di yakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan Nabi Muhammad sholallahu ‘alahi wa sallam dari cahaya-Nya, lalu Ia menciptakan segala sesuatu dari Nur Muhammad (cahaya Muhammad).

Sungguh ini adalah ucapan dusta. Sebaliknya, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam itu justru diciptakan Allah dengan perantara seorang bapak dan ibu. Beliau adalah manusia biasa yang dimuliakan dengan diberi wahyu oleh Allah.
Bahkan mereka juga menyenandungkan syair Diba’ yang menyatakan bahwa Allah menciptakan alam semesta ini kerena Muhammad. Ini pun juga ucapan dusta, karena Allah Ta’ala justru berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. “(QS. Adz-Dzaariyaat: 56).

Ketiga: Dalam acara perayaan atau peringatan maulid nabi itu banyak terjadi ikhthilat, (bercampur laki-laki dan wanita dalam satu tempat, tanpa adanya hijab/tabir pemisah diantara mereka), padahal ini diharamkan dalam syariat agama kita.

Keempat: Dalam penyelenggaraan acara maulid nabi ini, sering terjadi sikap tabzdir (pemborosan harta), baik untuk biaya dekorasi, konsumsi, transportasi dan sebagainya yang terkadang mencapai jumlah jutaan. Uang sebanyak itu habis dalam sekejap padahal mengumpulkannya sering dengan susuh payah, dan sesungguhnya hal itu lebih dibutuhkan umat Islam untuk keperluan lainnya, seperti membantu fakir miskin, memberi beasiswa belajar bagi anak-anak yatim dan sebagainya.

Kelima: Waktu yang digunakan untuk mempersiapkan dekorasi, konsumsi dan transfortasi sering membuat lengah atau lalai para panitia peringatan maulid, sehingga tidak jarang mereka sampai meninggalkan sholat berjamaah dengan alasan sibuk atau yang lainnya.
Dan tak jarang pula acara peringatan Maulid itu berlangsung hingga larut malam, akibatnya banyak di kalangan mereka tidak sholat subuh berjamaah di masjid (karena bangun kesiangan) atau bahkan ada yang tidak subuh sama sekali.

Keenam: Merayakan maulid (hari kelahiran) adalah sikap tasyabbuh (meniru atau menyerupai) orang-orang kafir. Mengapa? Lihatlah, orang-orang Nasrani punya tradisi memperingati natal (hari kelahiran) Isa Al-Masih, dan juga hari natal atau ulang tahun setiap anggota keluarga mereka. Lalu, umat Islam pun ikut-ikutan merayakan bid’ah tersebut. Padahal, Rasulullah shollallahu ‘alahi wa sallam mengingatkan kita:

مَنْ تَـشَـبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka. “(HR. Abu Dawud, shahih).

Ketujuh: Sudah menjadi tradisi dalam peringatan maulid itu, bahwa di akhir bacaan maulid, sebagian hadirin berdiri, karena mereka menyakini bahwa pada waktu itu Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam hadir didalam majelis mereka. Sungguh ini adalah kedustaan yang nyata. Mengapa? Ya karena Allah Ta’ala berfirman:

وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“Dan di hadapan mereka (orang-orang yang telah mati) ada barzakh (dinding) sampai hari mereka dibangkitkan. “(QS. Al-Mu’minin: 100).

Yang dimaksud barzakh (dinding) pada saat tersebut adalah pembatasan antara dunia dan akhirat, sehingga tidak mungkin orang yang telah mati bangkit atau ruhnya yang bangkit.

Di samping itu, seandainya Rasulullah shollallahu ‘alahi wa sallam masih hidup, tentu beliau tidak senang di sambut dengan cara berdiri menghormat beliau, sebagaimana dinyatakan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:

“Tidak ada seorang pun yang lebih dicintai oleh para sahabat daripada Rasulullah shollallahu ‘alahi wa sallam. Tetapi jika mereka melihat Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam mereka tidak berdiri untuk (menghormati) beliau, karena mereka mengetahui bahwa Rasulullah membenci hal tersebut. “(HR. Ahmad dan At-Tirmidzi, shohih)

Maroji’:
Minhaj Al-Firqoh An-Najiyah, karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu.

Sumber:
BULETIN DAKWAH AT-TASHFIYYAH, Surabaya Edisi: 15 / Robi’ul Awal / 1425


KESESATAN YANG DI ANGGAP KEBENARAN

Buletin Jum'at Al Jihad-Balikpapan Edisi-17 (Ponpes. Ibnul Qoyyim). Kamis,13-September-2007.

Tidak diragukan lagi bahwasanya tidaklah seorang hamba yang hidup di dunia ini, apakah dari kalangan orang mu’min ataupun kafir, dari kalangan orang yang ta’at ataupun pelaku maksiat,melainkan pasti mereka berupaya dan berusaha agar terhindar dari kesesatan, karena manusia semua meyakini bahwa kesesatan tidak akan menghasilkan kecuali kehancuran dan kebinasaan. Sehingga mereka berusaha untuk tidak tersesat dengan cara-cara mereka sendiri.

Tetapi amat sangat disayangkan sekali, diantara manusia ada yang berusaha menjauhkan diri dari kesesatan dengan beribadah kepada Allah - subhanahu wata'ala - sebagai bentuk pendekatan diri kepada-Nya dengan amalan-amalan yang tidak di ajarkan dalam islam. Dalam artian, mereka beramal dengan amalan yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah - shallallahu 'alihi wasallam - , sama sekali. Sehingga mereka inilah orang-orang yang lari dari kesesatan dengan cara kesesatan pula. Karena kita tahu, bahwasannya mengamalkan amalan yang tidak di contohkan Nabi kita Muhammad - shallallahu 'alihi wasallam - adalah sesuatu kesesatan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah - shallallahu 'alihi wasallam - dalam hadits yang di riwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam At Tirmidzi dari sahabat Al ‘Irbadh bin Sariah - radhiyallahu 'anhu - :

(( وَ إِيَّاكُمْ وَ مُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ )) رواه أبو داود و الترمذي .

Artinya : " Dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru (dalam agama) karena seluruh yang bid’ah itu adalah kesasatan ".

Berkata Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambali - rahimahullah ta'ala - ketika mengomentari hadis ini : " ini merupakan peringatan dari Nabi - shallallahu 'alihi wasallam - untuk mengikuti perkara-perkara yang diada-adakan (bid’ah) " . [ Jami’ul ‘Ulum Wal Hikam ] .

Beliau juga mengatakan : " Maka siapapun yang mengada-ada dalam agama, kemudian dia menyandarkan bahwa itu dari agama islam dalam keadaan tidak ada dasar dari agama islam yang menunjukkan hal tersebut, maka itu (perkara baru dalam agama) adalah kesesatan. Dan islam berlepas diri darinya, baik berupa masalah-masalah aqidah atau amalan-amalan atau perkataan-perkataan yang zhahir dan yang batin " . [ Jamiul ‘Ulum Wal Hikam ] .

Berkata Abdullah bin 'Umar - radhiyallahu 'anhuma - :

اتَّبِعُوْا وَلاَ تَبْتَدِعُوْا فَقَدْ كُفِيْتُمْ

Artinya : " ikutilah oleh kalian ( apa yang bawa oleh Nabi - shallallahu 'alihi wasallam - (, dan janganlah kalian membuat bid’ah karena kalian telah di cukupi " [ dikeluarkan oleh Ath-Thabrani. Lihat kitab Al-Bid’ah Wa Atsaruha ِAs-sayyi Fil Ummah ] .

Berkata imam Asy-Syafi’i - rahimahullah ta'ala - :

مَنِ اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ

Artinya : " Barangsiapa yang ber-istihsan ( menganggap baik suatu amalan tanpa disertai dalil ) maka sungguh dia telah membuat syari’at baru " [ Al-Bid’ah ] .

Maka dari perkataan imam syafi’i ini dapat kita pahami bahwasannya orang yang berbuat bid’ah,maka dia telah terjatuh kedalam dosa yang besar yaitu usaha untuk menandingi Allah dalam menetapkan syari'at-Nya. Karena sesungguhnya Allah telah membatasi amalan-amalan dan ibadah lewat perantaraan Nabi - shallallahu 'alihi wasallam - . Sehingga apa yang diajarkan Nabi - shallallahu 'alihi wasallam - , atau yang diamalkan oleh beliau maka itulah islam. Dan itulah batasan syari’at islam, maka barang siapa yang mendatangkan amalan yang tidak di ajarkan oleh Rasulullah - shallallahu 'alihi wasallam - , kemudian menyatakan bahwa itu dari islam maka dia telah berusaha menandingi Allah dalam membuat syari’at; dan dia telah menyandarkan sifat yang keji terhadap Rasulullah - shallallahu 'alihi wasallam - , yaitua " pengkhianat ". Karena agama islam telah sempurna dan semua perkara telah di sampaikan oleh Rasulullah - shallallahu 'alihi wasallam - , maka barang siapa yang mendatangkan amalan-amalan yang baru yang tidak pernah diajarkan Rasulullah - shallallahu 'alihi wasallam - kemudian menyandarkannya kepada islam, sesungguhnya secara tidak langsung dia telah menuduh Rasulullah - shallallahu 'alihi wasallam - telah mengkhianati risalah yang ia bawa dari Allah - ' Azza wajalla - .

Berkata Al-Imam Malik - rahimahullah ta'ala - :

فَمَالَمْ يَكُنْ يَوْمَئِدٍ دِيْناً فَلاَ يَكُوْنُ اْليَوْمَ دِيْناً.Ì اْليَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِيْناً Íمَنِ ا بْتَدَعَ فِىْ الإِسْلاَمِ يَرَاهَا حَسَنَةً فَقَدْ زَعَمَ أَنَّ مُحَمَّداً خَانَ الرِّسَالَةَ . ِلأَنَّ اللهَ يَقُوْلُ :

Artinya : " Barang siapa yang membuat kebid’ahan di dalam islam kemudian dia mengaggap bahwa ke bid’ahan itu baik, maka dia telah menuduh bahwa Rasulullah - shallallahu 'alihi wasallam - adalah pengkhianat risalah. Karena sesugguhnya Allah telah berfirman : " pada hari ini telah aku sempurnakan bagi kalian bagi kalian dan aku sempurnakan ni’mat-Ku atas kalian dan aku ridhai islam itu sebagai agama kalian " [ Al-Maidah : 3 ] maka apapun yang bukan agama pada zaman Rasulullah - shallallahu 'alihi wasallam -, maka pada hari ini pula bukan dari agama (Islam) ".

Macam – Macam Bid’ah :

Setelah kita mengetahui bahwsanya seluruh bid’ah di dalam agama adalah kesesatan, maka kita perlu mengetahui macam- macam bid’ah yang sesat itu. Maka bid’ah didalam agama ada dua macam, yang keduanya adalah kesesatan.[ Mauqif ahli sunnah waljama’ah ]

a) Bid’ah haqiqiyah :

yaitu bid’ah yang sama sekali tidak ada dalil yang jelas dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah, maka contoh bid’ah yang jenis ini adalah sangat banyak, diantaranya adalah menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah - subhanahu wata'ala -,atau sebaliknya,sebagaimana bila ada seseorang yang mengharamkan atas dirinya makan ikan,atau makan daging,dengan maksud bertaqarrub kepada Allah - ' Azza wajalla -,atau mengaharamkan pakaian tertentu atas dirinya dari pakaian yang dihalalkan,dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah,kelompok ingkarus sunnah,pengakuan adanya nabi setelah Rasulullah - shallallahu 'alihi wasallam -,dan yang lainnya.

b). Bid’ah Idhafiyyah

Yaitu suatu bid’ah yang memiliki dua pandangan,yang dilihat dari satu sisi seakan-akan ia memiliki dalil,namun kalau diperhatikan dari sisi rincian amalan yang dilakukannya,kaifiatnya,bentuknya,maka hal tersebut tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah - shallallahu 'alihi wasallam -. Dan contoh bid’ah yang jenis ini tidak kalah banyaknya dari jenis yang pertama. Diantaranya: merayakan mauled Nabi shallallahu alaihi wasallam.Dari satu sisi mungkin yang mengamalkannya berdalil dengan nash-nash yang bersifat umum yang menganjurkan cinta kepada Rasulullah - shallallahu 'alihi wasallam -,sehingga Nampak bahwa hal tersebut dianjurkan.Namun bila ditinjau dari amalan tersebut secara seksama,bahwa Rasulullah - shallallahu 'alihi wasallam - tidak pernah mengajarkan kepada kita perayaan tersebut sebagai wujud cinta kepada Rasulullah - shallallahu 'alihi wasallam -.Para sahabat dan Tabi'in,serta yang setelahnya,demikian pula para ulama yang masyhur seperti Imam Ahmad,Imam Syafi'I,Imam Malik dan yang lainnya dari para imam ahlis sunnah wal-jama'ah, tidak pernah menganjurkan dan membahasnya.Kalaulah hal tersebut disyari'atkan ,maka sudah tentu mereka lebih utama mengamalkannya.
Adapun dalil yang dijadikan hujjah oleh mereka yang menganjurkan perayaan maulid,yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abu Qatadah - radhiyallahu 'anhu - bahwa Rasulullah - shallallahu 'alihi wasallam - ditanya tentang puasa pada hari senin,lalu beliau menjawab:

فِيهِ وُلِدْتُ وَفِيهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ

"pada hari itu aku dilahirkan,dan diturunkan kepadaku (al-qur'an)".

Hadits ini sama sekali bukan dalil tentang bolehnya merayakan maulid Nabi - shallallahu 'alihi wasallam -,ditinjau dari beberapa sisi :

Pertama: hadits ini menjelaskan tentang keutamaan hari senin,dan bukan tahun kelahiran beliau - shallallahu 'alihi wasallam -.Sehingga jika ingin mengikuti hadits ini,maka semestinya dengan menghidupkan keutamaan hari senin tersebut dengan cara berpuasa,sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah - shallallahu 'alihi wasallam -.Bukannya dengan merayakan tahunnya.Hal ini mirip halnya seperti orang yang mengatakan :"saya hanya ingin mengerjakan shalat wajib sekali sepekan",sementara Allah dan Rasul-Nya memerintahkan dia untuk melaksanakannya 5 kali sehari semalam.

Kedua: terjadinya perselisihan dikalangan para ulama tentang penentuan tanggal hari kelahiran beliau - shallallahu alaihi wasallam -,ada yang mengatakan 12 rabi' al-awwal,ada yang mengatakan tanggal 8 rabi' al-awwal,adapula yang mengatakan tanggal 18 rabi' al-awwal,ada yang mengatakan tanggal 2,ada lagi yang mengatakan tanggal 10,dan mungkin ada lagi yang lainnya.Berbeda halnya dengan hari kelahiran beliau,yang telah dipastikan bahwa beliau lahir pada hari senin,sebagaiman yang telah tersebut dalam hadits tersebut.

Ketiga: bahwa pada hari senin terdapat sebab lain yang menyebabkan beliau menyukai berpuasa pada hari senin,disebutkan dalam hadits Abu Hurairah - radhiyallahu 'anhu -- bahwa Rasulullah - shallallahu 'alihi wasallam - bersabda:

تعرض الأعمال يوم الاثنين و الخميس فأحب أن يعرض عملي و أنا صائم

"amalan-amalan dihadapkan pada setiap hari senin dan kamis,maka aku suka amalanku dihadapkan dalam keadaan aku berpuasa". (HR.An-Nasaai dengan sanad yang shahih).

Sedangkan keutamaan ini tidak terdapat pada tahun kelahiran beliau - shallallahu 'alihi wasallam -.
Keempat: sangat berbeda antara puasanya Rasulullah - shallallahu 'alihi wasallam - pada hari senin,dengan perayaan maulid yang dirayakan oleh sebagian kaum muslimin tersebut.Sebab berpuasa adalah ibadah khusus yang tidak boleh dilakukan dalam hari raya,sebagaimana yang disebutkan oleh Umar bin Khatthab - radhiyallahu 'anhu - tentang dua hari raya : idul fithri dan idul adha :

" ini adalah dua hari yang mana Rasulullah - shallallahu 'alihi wasallam - melarang berpuasa pada kedua hari itu: hari berbukanya kalian dari puasa kalian,dan yang kedua adalah hari kalian makan dari sembelihan kalian " (HR.Bukhari)

Sementara apa yang kita saksikan dari perayaan maulid,yag keadaannya seperti hari raya,yang disuguhkan berbagai macam makanan,telur-telur yang diwarnai,dan disebagian tempat dengan cara menghamburkan harta dalam perkara yang tidak bermanfaat.- Allahul musta'an - .
Semoga Allah memberikan pemahaman yang benar dalam menjalankan agama ini,- amin ya mujibas saailin - .


Muroji’ (Sumber rujukan) :

1. Jamiul ‘Ulum Wal Hikam
2. Al-Bid’ah Wa Atsaruha As-Sayyi Fil Ummah
3. Hilyatul Auliya
4. Mauqif Ahlissunnah Wal Jamaah



 Referensi Link ;








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.